Jakarta, Lapra08ss.com.– Dalam rangka mewujudkan program perumahan untuk rakyat berpenghasilan rendah melalui program 3 juta rumah pertahun hingga 15 juta rumah per 5 tahun, sesuai asta cita Presiden RI ke 8 bapak Jendral (purn) Prabowo Subianto.
Menurut Bapak Husni Candra, RAM, SP, Ketua Bidang Ekonomi Kretif DPN Laskar Prabowo 08, ada beberapa faktor yang dihadapi, mengingat program perumahan untuk rakyat berpenghasilan rendah tahun-tahun lalu tidak berjalan sukses, jauh pencapaian target dan sasaran rakyat calon pemilik rumah subsidi, celah kebocoran / korupsi terhadap sistem subsidi yang merugikan negara hingga trilyunan. Serta banyaknya perumahan yang dibangun oknum developer yang tidak berpenghuni(01/08/25).
Faktor factor tersebut sebagai berikut:
1. Sumber Dana
Sumber dana tahun tahun lalu yang mengandalkan Subsidi Pemerintah, serta pinjaman Developer melalui Bank Himbara. Namun saat ini Sumber dana yang diperoleh berasal dari investasi Negara lain, seperti Qatar, UEA, Tiongkok, dan lainnya. Sebagian dana investasi Negara Asing tersebut telah masuk melalui DANANTARA yang akan di salurkan dan fokus ke Bank BTN yang telah ditunjuk Presiden sebagai pengelola program perumahan Bpk. Prabowo Subianto. Namun manajemen Perbankan terhadap pengelolaan anggaran dana ini belum rampung, termasuk system organisasi tata kerjanya (SOTK).
2. Sistem Kredit Pemilikan Rumah Subsidi
Sistem keredit kepemilikan rumah yang juga belum fix, sebab jika menggunakan system tahun tahun sebelumnya, dengan Kredit Pemilikan Rumah – Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR- FLPP) yang diperuntukkan bagi Masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), dengan suku bunga yang lebih rendah melalui subsidi dari anggaran dana pemerintah. Uang Muka (Cash BUM) yang relative ringan yang bersumber dari subsidi anggaran negara APBN pemerintah Pusat. Hal diataslah yang menyebabkan terjadinya pencapaian target dan sasaran MBR, apalagi sasaran sesuai asta cita program Bpk. Prabowo Subianto untuk Masyarakat MBR yang berpenghasilan tapi tidak berpenghasilan tetap (tidak eligible perbankan). Contoh Masyarakat MBR yang diharapkan bapak Prabowo Subianto tersebut; Prajurit TNI/POLRI, Guru, Pedagang, Pelaku UMKM, Petani, Nelayan, Buruh, pelaku OJOL, serta Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang dapat memiliki rumah.
Namun terkadang sistem Perbankan yang menjadi mitra perumahan banyaklah melakukan penolakan secara sistem, sehingga yang diterima adalah pegawai/karyawan yang hanya punya gaji/penghasilan tetap saja. Tingginya kebocoran anggaran negara karena adanya celah KKN yang besar antara oknum mitra developer dan oknum perbankan. Hingga tercatat sampai tahun ini puluhan Trilyun anggaran negara bocor akibat system FLPP ini. Oleh karena itu perlu dibentuk Lembaga/Divisi Kredit Pemilikan Perumahan (LKPP) yang berposisi sebagai jembatan antara Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKPRI) dengan Bank yang di tunjuk (BTN). Apalagi sumber Pembangunan project perumahan program 3 juta rumah per tahun ini bersumber dari Investasi/Soft loan dari Negara Asing dengan tenor 40 tahun. Serta dibutuhkan pencapaian target dan sasaran sesuai asta cita Bpk. Prabowo Subianto.
3. Tanah atau Lahan Perumahan.
Harga tanah/lahan yang mahal, apalagi di perkotaan, yang menjadi kendala, juga Lokasi lahan yang tidak strategis (jauh dari pemukiman lain) dan tidak adanya jalan atau jalurTransum. Saat ini pemerintah telah memberikan Solusi untuk pembebasan BPHTB, PPN dan PBG (berdasarkan SKB 3 (Tiga) kementrian bulan 10 tahun 2024 yang diharapkan/dipastikan untuk project Pembangunan Program 3 juta Rumah per tahun program Bpk, Prabowo Subianto ini saja, JANGAN untuk perumahan perumahan lain, yang berdampak kerugian negara karena hilangnya pendapatan negara dari pajak, Justru ini DIMANFAATKAN oknum pengusaha property untuk kepentingan dan keuntungan pribadi.
Selain itu, pemerintah menggunakan lahan/tanah asset sitaan dari kejaksaan/kpk, serta asset tanah negara. Namun hal ini masih berjalan lambat karena; koordinasi antara Pemerintah Pusat (3 Kementerian) dan pemerintah daerah (Propinsi/Kab/Kota) yang berjalan optimal, Lokasi Lahan/Tanah hasil sitaan Kejaksaan/KPK masih belum strategsi untuk pemukiman perumahan, belum adanya pendataan asset lahan tanah negara baik pemerintah pusat maupun daerah.(Red)

